Skip to main content

Abhishek Gupta / Lucky, Alberto Mondi, Tyler Rasch,Robin Deiana, Ma Guozhen, Blair Williams, Yuji Hosaka, Chan Chan Mya Mya Thaw - All the Bulters/ Master in the House eps 174- 175

Konsepnya mirip dengan abnormal summit tapi versi kecil. Orang- orangnya juga hanya saja aku suka gaya MC Seung Gi maupun Cha Eun Woo tak mendominasi ataupun memotong pembicaraan. Konsep yang dibuat bukalah debat melainkan sharing informasi. 
Topik pertama membahas bisakah covid menyingkir/ usai akhir tahun 2021 
Hanya Se Hyeong yang berpikir positif Covid bakalan usai yang lainnya tidak. Lucky dari India mengatakan populasi penduduk dunia 7,8 miliar apalagi India penduduknya besar. Tiap detik ada 2 bayi sulit semua penduduk India tahun ini bisa vaksin sepenuhnya. Kemudian pernah lockdown total tapi warganya bisa mati kelaparan makanya keluar. Diperparah lagi kampanye yang dihadiri 200 ribu tanpa protokol kesehatan. Apalagi ada acara keagamaan Hindu berbulan- bulan. Jadilah kondisi parah didukung infodemik seperti memakai itu jangan pakai itu untuk kesembuhan. Contohnya tubuh dibaluri kotoran sapi itu hal mustahil. Lucky berapi-api ceritanya. Tyler juga mengatakan kondisi India serupa dengan Amerika karena peningkatan covid saat pemilu pergantian Presiden. 
Robin dari Prancis juga menceritakan bagaimana warga Prancis tak paham kenapa mesti pakai masker karena itu hak pribadi. Sedangkan di China justru rutin melakukan tes CPR yang mana satu grup terdiri 20 orang, jika satu pasien positif maka grup tsb kudu tes ulang. Suasana ketika pandemi lebih kondusif tak ada peningkatan tinggi. Blair Williams dari Australia jga mengabarkan kondisi covid di Brisbone yang mana ketika karantina kudu di hotel butuh biaya besar bahkan naik pesawat maksimal 30 penumpang. 
Topik kedua pengungkapan identitas pasien dari marga, usia, profesi dan umur. Gegara itu berdampak pada restoran dan keluarga pasien bahkan nomer telpon diteror karena diungkap melalui nama. Wah ini seru sekali karena ada yang pro dan tidak. Tyler dan Robin tidak karena hak kebebasan pribadi apalagi di Amerika maupun Prancis bakalan menentang, pemakaian masker dan jaga jarak didemo. Apalagi buktinya salah satu pasien homo di Itaewon jadi sasaran bulan- bulanan. Berbeda dengan Alberto maupun Ma Gouzhen bahwa kudu nurut perintah pemerintah karena ini kondisi darurat, nyawa lebih penting daripada hak pribadi. Lagipula teknologi Korea sudah berkembang lebih baik dari pengembangan wabah MERS. Perlu ada jaminan hukum agar informasi data pribadi tidak disalahgunakan
Trus juga sharing perubahan gaya hidup di Korsel seperti balas dendam belanja. Gegara covid orang jadi suka belanja terutama branded. Italia maupun Prancis tak lagi berpapasan orang cipika cipiki cukup say hello dengan lambaian tangan. India pernikahan biasanya mewah bisa 1 pekan bahkan jika orang kaya bisa 2 pekan. Berhubung pasangan menikah kena covid dan semuanya sudah dipersiapkan jauh- jauh hari ya apa boleh buat pakai baju APB haznat. Di China jaga jarak di salon.

Paling sengit teori konspirasi ada yang nuduh China ada yang nuduh Amerika. Apapun itu teori konspirasi tetap konspirasi. Untuk meredakan atensi sampai munculin lagu We are the one. 
Membahas juga pentingnya investasi di kala situasi tak pasti. 
Kemudian membahas olimpiade Tokyo tetiba ada pratinjau pulau dokdo. Sepertinya nyinggung pulau dokdo. Pembahasan ini singkat gak sengit karena apapun yang pemerintah Jepang adakan olimpiade Tokyo meski ditentang masyarakat lokal 60% kemungkinan bakalan diadakan jika tidak bakalan rugi 80 miliar dollar. Kata Prof Hosaka Yuji. Akhirnya diadakan sih sesuai protokol kesehatan bahkan ada penonton dari orang lokal tinggal di Jepang. 
Topik terakhir membahas Myanmar. Permasalahan Myanmar memanggil Chan Chan dari Myanmar yang mana dia influencer dan sudah tinggal di Korsel 10 tahun bersama suaminya. Permasalahan tsb bermula 1 Februari, militer Myanmar kudeta pemerintah dengan menembaki warga termasuk anak-anak agar tidak mau ditentang. Sebetulnya di tahun 2015 sudah ada demo ingin demokrasi yang pada akhirnya dituruti. Di tahun itu Presiden Aung San Suu Kyi terpilih. Sayangnya itu sirna, hanya berlangsung 5 tahun kembali ingin menggulingkan. Menurut Dong Hyun kisahnya mirip pemberontakan Gwangju 1980. Semua berita melaporkan pemberontakan warga sipil tapi sebenarnya ingin demokrasi. Propaganda Militer Myanmar mengganggap warga sipil melakukan perlawanan padahal ingin menjunjung kebebasan. Chan Chan juga menyinggung bahwa Myanmar sepupu bagi orang Korsel. Entahlah kenapa disebut sepupu ga dijelasin. Yang pembahasan ini lebih ke support saja sih. Untungnya Indonesia memberi jabatan pada militer jika tidak nasibnya kek Myanmar. Jenderal Militer yang dapat jabatan pasti kaya- kaya hidup makmur. Paling malesin budaya diktator ke bawa ke dunia pemerintahan. Meski ga semua tapi jabatan tertinggi ituloh seperti Lord L..... Beliau itu anti kritik dengan gaya halusnya. 

Comments